CHECKS AND BALANCES

checks-and-balancesChecks and Balances

Dalam hal menata kekuasaan lain diluar tiga kekuasaan menurut Montesquieu, Crince le Roy menyimpulkan membangun sistem checks and balances. Menurut Crince le Roy negara merupakan lembaga penertib.[1] Negara merupakan organisasi kekuasaan dengan obyek kegiatan penertiban terhadap suatu masyarakat tertentu secara menyeluruh dengan mempergunakan kekuasaannya.[2] Bertitik tolak dari kegiatan penertiban tersebut, disusunlah fungsi negara yang dilaksanakan oleh badan-badan negara yang bebas dan terpisah satu dengan yang lainnya yang ditambah suatu sistem pengawasan untuk menghindarkan salah satu alat kekuasaan akan menarik seluruh kekuasaan ke dalam dirinya yang disebut dengan sistem checks and balances.

Sistem ini harus dilaksanakan. Akan tetapi, titik tolak ajaran Montesquieu yang membagi menjadi tiga kekuasaan negara yang kemudian menjadi landasan menyusun kekuasaan, menurut Crince le Roy harus ditinggalkan. Menurutnya, kompleksitas kegiatan penertiban dalam negara modern demikian rumit sifatnya, sehingga masih belum adanya suatu kata atas pertanyaan mana saja sebenarnya fungsi negara itu.[3] Bagi Crince le Roy sistem kekuasaan adalah sistem yang terbuka, setiap lembaga yang berkerja dalam tahap proses penertiban dilengkapi dengan kekuasaan mengambil keputusan dan turut menentukan kebijakan, maka badan tersebut merupakan kekuasaan. Sehingga dengan titik tolak tersebut, diperoleh gambaran yang jelas tentang pusat-pusat dalam negara, di mana keputusan-keputusan tersebut diambil. Sehingga sistem pengawasan dan keseimbangan yang tepat ialah sistem checks and balances.

Menurut Crince le Roy sebagai suatu syarat negara demokrasi, yakni tidak adanya suatu negara yang terlalu berkuasa (overpowering) dan tidak ada badan dalam suatu negara yang akan memperoleh posisi sedemikian rupa sehingga semua kekuasaan berada di dalam badan tersebut.[4] sistem checks and balances yang baik menurutnya hanya mungkin apabila menyebar sampai pada semua pusat-pusat pengambil keputusan di dalam negara.[5] Oleh karena itu, kekuasaan harus dipahami dari sudut adanya kekuasaan mengambil keputusan dalam proses penertiban negara, dan tidak dari fungsi-fungsi yang abstrak. Menurut Crince le Roy apabila kekuasaan tetap dilihat sebagai kekuasaan menurut doktrine Montesquieu dengan segala hal abstrak yang melekat    padanya, maka tidak dapat diperoleh sistem checks and balances yang optimal.[6]

Berdasarkan apa yang dijelaskan di atas, pemisahan kekuasaan secara tegas baik mengenai tugas (functie) maupun mengenai alat pelengkap (organ) menjadi tiga kekuasaan menurut Montesquieu tidak mungkin dapat diterapkan. Dalam kenyataan hubungan antar cabang kekuasaan tidak mungkin tidak saling bersentuhan. Bahkan, ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lainnya sesuai dengan sistem checks and balances. Dengan mekanisme ini dapat dicegah cabang kekuasaan yang bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya. Teori seperti ini dapat disebut dengan “pemisahan kekuasaan berdasarkan sistem checks and balances”.

Sistem ‘checks and balances’ atau  pengawasan dan keseimbangan dapat diartikan karena setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi setiap cabang kekuasaan lainnya. Inti dari checks and balances adalah tidak ada lembaga pemerintahan yang supreme.[7] Sebagaimana dikatakan oleh Miriam Budiardjo, berikut:[8]

Checks and balances ini, yang mengakibatkan satu cabang kekuasaan dalam batas-batas tertentu dapat turut campur dalam tindakan cabang kekuasaan lain, tidak dimaksud untuk memperbesar efisiensi kerja (seperti yang dilihat di Inggris dalam fungsi dari kekuasaan eksekutif dan legislatif), tetapi untuk membatasi kekuasaan dari setiap cabang kekuasaan secara efektif.

Hal ini berarti sistem checks and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan memungkinkan adanya saling kontrol antar cabang kekuasaan yang ada dan menghindari tindakan-tindakan hegemonik, tiranik dan sentralisasi kekuasaan.[9] Sistem ini mencegah terjadinya over lapping antar kewenangan yang ada.[10] Begitu pula dengan pendapat Jimly Asshiddiqie adanya sistem checks and balances mengakibatkan kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggaraan negara yang menduduki jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.(Indah Harlina)[11]

[1] Crince le Roy, Kekuasaan ke-empat Pengenalan Ulang, diterjemahkan oleh Soehardjo, (Semarang: 1981),hlm. 42.

[2] Ibid.

[3] Ibid., hlm. 45.

[4] Ibid., hlm. 57.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] R.M.A.B.Kusuma, “Sistem Pemerintahan Dengan Prinsip “Checks And Balances” Jurnal Konstitusi (Vol. 1 Nomor 2, Desember 2004): 143

[8]  Miriam Budiardjo, op. cit., hlm. 153-154.

[9] A. Fickar Hadjar ed. al, Pokok-pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN dan Kemitraan, 2003), hlm. 4

[10] Ibid.

[11] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan…, op. cit., hlm. 74.

Pos ini dipublikasikan di Artikel dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar